• makalah 1
  • makalah 2
  • makalah 3
  • makalah 4
  • artikel 1
  • artikel 2
  • artikel 3
  • ppt 1
  • ppt 2
  • Sabtu, 23 November 2013

    PENINGGALAN BUDAYA PRASEJARAH MASA PALEOLITIKUM

    PENINGGALAN BUDAYA PRASEJARAH MASA PALEOLITIKUM

                                                                                                                                                    i
                                                                DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL
    Kata Pengantar …………………………………………………………      i
    Daftar  Isi ………………………………………………………………      ii
    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1      Latar Belakang ……………………………………………..       1
    1.2      Rumusan Masalah ………………………………………….        1
        1.3    Tujuan Penulisan …………………………………………..        1
    BAB II
    PEMBAHASAN
        2.1    Tradisi Paleolitik di Pacitan ……………………………         2
        2.2    Benda-benda Peninggalan ……………………………….        7
    BAB III
    PENUTUP
    3.1      Kesimpulan ………………………………………………..         11
    DAFTAR RUJUKAN ……………………………………………….         12



    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1. Latar Belakang
               Sungai Baksoka merupakan salah satu sungai tua di wilayah Pacitan. Sungai yang mengalir di lembah-lembah perbukitan dan melintasi wilayah kecamatan Pring Puku dan Punung ini telah meninggalkan beberapa teras. Sebagian besar teras sungai Baksoka telah hilang karena adanya pengolahan lahan untuk pertanian maupun oleh proses alam. Namun sebagian sisa-sisanya masih terlihat dengan jelas di berbagai lokasi. Dikalangan Arkeolog keberadaan sungai Baksoka di Pacitan menjadi terkenal karena tinggalan budaya prasejarahnya.          Telah banyak penelitian dilakukan khususnya terhadap tinggalan budaya prasejarah di lingkungan aliran Sungai Baksoka maupun sekitarnya yang termasuk dalam wilayah Pacitan, sejak masa Belanda hingga akhir-akhir ini. Tinggalan budaya prasejarah di Pacitan dapat dikategorikan sebagai tradisi Paleolitik, yang banyak dijumpai di lingkungan sungai, tradisi alat tulang dan serpih yang terdapat pada gua-gua hunian. Dan tradisi neolitik yang berupa perbengkelan beliung persegi yang dijumpai di lingkungan perbukitan rendah yang mengandung sumber bahan batuan gamping kersikan. Khususnya terhadap budaya paleolitik yang ditemukan dialiran sungai Baksoka dikenal sebagai budaya Pacitanian. (Muhammad hidayat, 2002:1). Berkenaan dengan hal tersebut, kami tertarik untuk membuat makalah yang berjudul ” Peninggalan Benda-benda Prasejarah masa Paleolitikum di Pacitan”.
    1.2      Rumusan Masalah
    1.   Bagaimana tradisi paleolitik di Pacitan?
    2.   Apa saja benda peninggalan prasejarah pada masa Paleolitik di Pacitan?
    3.   Apa fungsi benda-benda peninggalan masa paleolitik di Pacitan tersebut?
    1.3.      Tujuan
    1. Untuk mengetahui tradisi Paleolitik di Pacitan.
    2. Untuk mengetahui benda peninggalan prasejarah pada masa Paleolitik di Pacitan.
    13. Untuk mengetahui kegunaan dari benda-benda peninggalan prasejarah pada masa  Paleolitik di Pacitan.                                                                                                    
    BAB II
    PEMBAHASAN
    2.1.     Tradisi Paleolitik di Pacitan.
    Penelitian terhadap tradisi paleolitik di Indonesia dimulai pada tahun 1935, ketika von Koenigswald menemukan alat-alat batu di daerah Punung (Kabupaten Pacitan) di desa kali Baksoka. Alat-alat ini bercorak kasar dan sederhana teknik pembuatannya. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1884:88). Alat-alat semacam yang ditemukan tersebut biasa dinamakan kapak genggam, yaitu alat yang serupai kapak tetapi tidak bertangkai. Alat ini dipergunakan dengan cara digenggam di tangan. Diantara kapak-kapak itu ada yang dikerjakan kasar sekali, sekedar mencukupi keperluan saja, ada pula yang lebih banyak dikerjakan. Hal ini membuktikan bahwa memang sudah ada kepandaian untuk membuat alat-alat dari bahan seadanya. (Soekmono, 1988:30).
    Von Koeningswald menggolongkan alat-alat batu ini sebagai alat paleolitik yang bercorak Chellean, yaitu suatu tradisi yang berkembang pada tingkat awal paleolitik di Eropa. Pendapat von Koenigswald ini dianggap kurang tepat setelah Movius berhasil menyatakan bahwa temuan di Punung ini sebagai salah satu corak perkembangan di Asia Timur. Tardisi kapak perimbas yang ditemukan di Punung di kenal dengan nama kebudayaan Pacitan (Pacitanian), kebudayaan pacitan tidak hanya berkembang di Pacitan saja, tapi juga hampir di seluruh daerah Di Indonesia. Pacitanian dipandang sebagai tingkat perkembangan budaya batu yang paling awal di Indonesia. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1884:88-89).
    Pada tahun 1938, Terra dan Chardin melakukan penyelidikan-penyelidikan yang mengarah pada penentuan ciri-ciri temuan kebudayaan yang ternyata menunjukkan kedudukannya sebagai bagian dari kompleks kapak perimbas – penetak di Asia tenggara, serta menghasilkan asumsi-asumsi pentarikhan alat batu ini dari pleistosen tengan atau akhir. (Peter Bellwood, 2000:89).
    2            Pada masa Paleolitik,batu memegang peranan penting dalam budaya manusia purba . Hal ini dapat dilihat dari benda-benda peninggalan yang berupa alat-alat yang terbuat dari batu. Batu meripakan corak budaya pertama yang berkembang di Asia timur termasuk di Pacitan.
    Ciri-ciri alat batu sebagai corak budaya pertama:
    1.      Bentuk alat (praktis) ditunjukkan pada daya penggunaan tajaman (mengiris, menyerut
    2.      Pada kemudahan pemegangan di tangan.
    3.      Pemangkasan dilakukan sederhana di sekitar pinggiran batu untuk menimbulkan tajaman.
    Pemangkasan dibagi menjadi dua yaitu manuspasial dan bhipasial.
    4.      Untuk mempersiapkan makanan dari hewan hasil buruan dengan cara menguliti, memotong daging dan membelah tulang.
    5.      Menunjukkan perimping bekas pakai.(retouches)
    (Slamet Sujud,2008:33-34)
    Menurut Peter Bellwood (2000:89) Industri alat batu menggunakan:
    1.      Batuan tufa kresikan (silicified tuff) sebagai bahan dasar terbaik,
    2.      Batu gamping kersikan (silicifed limestone)
    3.      Fosil  kayu
    3            Tempat penemuan yang paling terkenal terletak di Punung, kurang lebih 30 km di barat laut Pacitan, Jawa Timur. Lokasi ini berada di daerah Gunung Sewu yang terdiri dari batu gamping dengan beribu bukit berbentuk sinoid. Celah-celah dan lembah-lembah diantara bukit-bukit tersebut terisi terra rosa (tanah merah). Endapan-endapan vulkanik di beberapa tempat menutupi tanah merah dan di tempat-tempat lain tersembul di bawah batu gamping. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:89). Pada tahun 1972, van Heekeren melakukan penyelidikan lebih lanjut. Heekeren mengemukakan bahwa temuan alat-alat batu tersebut berasal dari empat teras sungai yang mengandung peralatan batu di lembah Sunglon dan Lembah Baksoka yang telah mengalami pengikisan. Di lembah-lembah sungai Baksoka dan Sunglon terdapat empat undak sungai yang mengandung alat-alat Pacitan. Tingkat Ketinggian antara 15-20 m yang dianggap penting karena mengandung jenis-jenis alat tertua. (Peter Bellwood:2000,89).
    Penemuan di undak-undak sunagi ini penting , karena dengan demikian dapat diketahui posisi Alat-alat yang terletajk didasar sungai tamapk aus, tetapi alat-alat dari undak-undaka sungai yang dibuat dari batuan gamping kersikan,tamapk utuh dan berwarna kemerah-merahan, karena keletakannya dalam lempung merah. Alat-alat diundak tertinggi dibuat pada pembentukan bukit-bukit gamping sedang berlangsung dan sungai belum sampai mengiris lebih dalam didaerah alirannya. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:93)
                G.J Bartstra memperluas daerah penelitian ke sebelah utara lembah Kali Baksoka yaitu lembah Kali Pasang dan Kali Wuni.Di daerah penelitian baru ini ditemukan alat-alat Pacitanian, yaitu dilereng-lereng lembah kali pasang dan kali wuni yang berasal dari lapisan-lapisan kerakal di tingkat atas. G.J Bartstra memperhatikan adanya 11 undak sungai di kali baksoka, sebuah di lembah kali wuni, dan sebanyak 7 buah di lembah kali pasang. Sartono mengadakan penelitian dan analisa foto udara terhadap undak-undak kali Baksoka pada tahun 1978. Ia berpendapat bahwa di lembah kali baksoka terdapat 6 undak sungai yang terendah pada 0-4 meter diatas permukaan sungai, dan yang tertinggi terletak antara 134-156 meter diatas permukaan sungai. Pernyataan ini serupa dengan pendapat van Heekeren, bahwa undak-undak sungai tertinggi mengandung alat-alat Pacitanian. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:91)
    4            Di daerah Tabuhan, jenis-jenis alat budaya Pacitan ditemukan di lembah-lembah kali Gede, kali Sunglon, dan kali Sirikan, yang merupakan sungai-sungai bawah tanah. Temuan-temuan di daerah ini setaraf dengan alat-alat batu yang ditemukan di lembah kali Baksoka. Penemuan kapak perimbas pertama terjadi pada tahun 1953, di celah sebuah reruntuhan karang gamping di tepi kali Gede. Yang mendorong pelaksanaan penelitian yang lebih mendalam terhadap daerah sekelilingnya. Penelitian-penelitian pada tahun 1953-1954 menghasilkan sejumlah alat batu yang dipunggut dari dasar sungai, dari lapisan-lapisan kerakal di tepi-tepi sungai (1,5-2 m), dan dari peninggian-peninggian yang mungkin sekali merupakan bekas-bekas tempat kemah manusia Pleistosen di sekitar tempat yang mengandung air. Tempat-tempat tinggi yang mengandung alat-alat batu itu terdapat di tepi kanan kali Sirikan (5 m), di tepi kanan kali Sunglon (6,9 m dan 11,5 m) di desa Kiut, dan di tepi kiri kali Sunglon (23,6 m), di dekat desa Klepu.( Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:94)
                Muhammad Hidayat dkk, melakukan penelitian arkeologi tentang survei permukaan di Pacitan. Penelitian tersebut dilakukan di beberapa daerah yang tersebar Pacitan, antara lain :
    a. Dusun Jenglot, Desa Pelem, Kec. Pringkuku
        Survei dilakukan di areal yang berada disebelah utara aliran Sungai Baksoka dan di sebelah Timur Sungai Mangir yang merupakan anak Sungai Baksoka. Lokasi ini merupakan lahan kebun milik perorangan yang ditanami pohon Akasia. Bentuk permukaan lahan bergelombang serta miring ke arah Selatan (ke arah Sungai Baksoka) dan ke arah Barat (ke arah Sungai Mangir). Sebagian besar permukaan lahan, khususnya di bagian bawah yang mengarah ke Sungai Baksoka banyak terdapat sebaran lepas kerakal tufa kersikan, andesit, yang mulai lapuk, dan fosil kayu. Diantara sebaran kerakal ini banyak dijumpai alat-alat batu tradisi Paleolitik, diantaranya adalah kapak perimas, kapak penetak, batu inti, serut dan serpih.
    b. Dusun Ngelo, Deso Mondolo Kidul, Kec. Punumg
        Di wilayah Dusun Ngelo, survei dilakukan pada lahan kebun Akasia milik penduduk setempat yang berjarak 25M hingga 50M dari tebing Sungai Baksoka sebelah utara, dan dari dasar sungai berketinggian sekitar 15M. Pada permukaan lahan yang bentuknya miring ke selatan yaitu ke arah Sungai Baksoka ini sebaran lepas fragmen batu, kerakal, dan beberapa boldr tifa kersikan. Pada permukaan lokasi ini ditemukan 4 alat yang terdiri dari 2 kapak perimbas, 1 serpih, dan 1 bilah.

    c. Dusun Nampol, Desa Mandolo Kidul, Kec. Punung
        Survei permukaan di lokasi ini dilkukan pada areal yang berjarak sekitar 70M hingga 80m dari tebing utara Sungai Baksoka, dan dari dasar sungai berketinggian sekitar 12M. Walaupun bentuk lahannya telah banyak berubah (untuk lahan tegal dan permukiman), lokasi ini masih banyak ditemukan sebaran lepas fragmen batu dan kerakal yang kebanyakan dari tufa kersikan. Pada lokasi ini ditemukan 5 alat batu yang berupa 3 kapak penetak 2 serpih.
    (Muhammad Hidayat dkk,2002:8-10)
                Sealin didaerah sekitar sungai Baksoko, benda-benda tradisi paleolitik juga ditemukan di Song Keplek. Song keplek terletak pada ketinggian 300 m di atas permukaan laut, di lereng salah satu bukit kars gunung Sewu. Gua ini berada di sekitar 20 m diatas sebuah aliran sungai yang berbelok-belok dalam jaringan karst (Kali Punung) tempat ditemukannya rijang. Rijang merupakan batu yang kualitasnya cukup baik untuk dipangkas. Batu ini terliahat kering dan kurang elastis dan tetap ada pada saat pemecahan. Batu ini memerlukan pemangkasan langsung yang cukup keras denagn batu pukul yang keras untuk melepaskan serpih khususnya serpih pertama atau serpih hasil penetakan. (Hubert Forestiar,2007:143)
    2.3       Benda-benda Peninggalan
                Budaya Pacitan pada hakekatnya meliputi dua macam tradisi alat batu yaitu tradisi batu inti yang menghasilkan alat-alat dari pemangkasan segumpal batu atau kerakal dan tradisi serpih yang menyiapakan alat-alat dari serpih atau pecahan-pecahan batu. 
    Movius menetapkan unsur kompleks alat batu dengan nama budaya pacitan mempunyai sifat yang khas yatu:
    1.      umumnya berbentuk kasar,masif dan kasar buatannya.
    2.      Kulit batunya masih melekat pada permukaan alat-alat.
    3.      Pada bagian untuk tempat berpegang dan tajaman berliku-liku atau bergerigi.
    4.      Kerak batu(patina) terutama berwarna kecoklatan(dari corak yang tua hingga muda)
    5.      Warna kelabu tua khusus tampak pada jenis batu tufa kresikan.
    6.      Patina pada jenis gamping kresikan memperlihatkan warna coklat dalam berbagai tingkatan dan warna eputih-putihan.
    (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:92-93)
                Movius menyatakan alat-alat budaya Pacitan masuk dalam tradisi Chopper-Chopping Tool Complex(CCTC) yang terbagi atas:
    1.      kapak genggam
    2.      Batu inti
    3.      Alat serpih
                Alat-alat budaya pacitan dapat digolongkan dalam beberapa jenis utama yang masing-masing mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu:
    1.      Kapak Perimbas (chopper).
    7      Merupakan salah satu jenis alat masif yang pada umumnya mempunyai bentuk dan tehnik yang masih sederhana. Bagian tajamnnya berbentuk konvek (cembung) atau kadang-kadang lurus, yang diperoleh dengan cara pemangkasan pada salah satu pinggiran batu (monofasial), sedangkan bagian lainnya tidak dikerjakan. Hal ini dapat ditunjukan adanya cortex (kulit batu) pada bagian dorsal kapak perimbas. Kapak perimbas dibuat dengan tehnik clacton yaitu tehnik pengerjaan yang dilakukan dengan pemangkasan batu inti terlebih dahulu. Pada tehnik clacton ini akan jelas terlihat adanya dataran pukul(striking-platform) yang berukuran lebar dan sempitnya tergantung pada ukuran alat. Jenis batuan yang dipakai umumnya mempunyai kadar kekerasan 7 menurut skala kekerasan Mohs yang berupa batuan vulkanik dan gamping kersikan seperti kalsedon, rijang,  kuarsa, dan jaspis. 
    Di Pacitan terdapat jenis-jenis kapak perimbas yang khas dari daerah lain.
                Van Heekeren membagi tipe-tipe kapak perimbas menjadi:
    1.      Tipe setrika(iron heater chopper)
    Berciri: berbentuk panjang menyerupai setrika, berpenampang lintang plano-konfek dan memperlihatkan cara penyerpihan yang memanjang dan tegas.
    2.   Tipe kura-kura (tortoise chopper)
    Berciri: beralas membulat dengan permukaan atas yang mencembung dan meninggi
    3.   Tipe serut samping(side scraper)
    Berciri: berbentuk tidak teratur dan tampak tegap, tajamannya dibuat pada sebelah sisi.
    (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:96-97)
           Menurut Movius kapak genggam digunakan untuk menebas (menetak, memotong dan menyerut).Hayden(1977)  menyatakan fungsi kapak perimbas pada umumnya berhubungan dengan pengerjaan  kayu, misalnya untuk menebang pohon, mematahkan dahan atau ranting, menguliti kayu dan juga digunakan untuk membuat alat yang terbuat dari kayu. Selain itu kapak perimbas kemungkinan juga digunakan sebagai alat pemukul yang didasarkan pada bentuk dan ukuran alatnya yang besar dan kuat. (Slamet Sujud, 2008:33-34).
    2.       Kapak penetak (Chopping Tool).
    Yaitu alat masif yang dipangkas secara bifasial (dua muka), untuk mendapatkan sisi tajaman. Cara penyerpihannya dilakukan secara selang-seling. Sehingga alat ini mempunyai ujung tajaman berbentuk lekuk-lekuk. Kapak penetak mempunyai bentuk dan teknik yang sederhana. Alat ini dibentuk dari batu inti yang diserpih pada bagian tertentu untuk mendapatkan tajamannya. Jenis batuan yang dipakai umumnya mempunyai kadar kekerasan 7 menurut skala kekerasan Mohs yang berupa batuan vulkanik dan gamping kersikan sperti kalsedon, rijang,  kuarsa, dan jaspis. Menurtut Movius dan Binford (1973) fungsi kapak penetak digunakan untuk menebas (menetak, memotong, dan menyerut).Menurut Hayden (1977), kapak penetak yang pada um umnya berhubungan dengan pekerjaan kayu, misalnya untuk menebang pohon, mematahkan dahan atau ranting, menguliti kayu, dan membuat alat yang terbuat dari kayu. Selain itu kemungkinan alat ini digunakan sebagai alat pemukul dan alat untuk mengumpulkan makanan. (Slamet Sujud,2008:33-34).
    3.      Pahat genggam (Hand – Adze)
    Alat ini berbentuk mendekati bujur sangkar atau persegiempat panjang. Tajamannya disiapkan melalui penyerpihan terjal pada pernukaan atas menuju ke pinggiran batu.
    4.      Kapak genggam awal (Proto Hand Axe)
    Alat ini berbentuk runcing dan kulit batu masih melekat pada pangkal alatnya sebagai tempat berpagang. Umumnya alat ini disiapkan dari sebuah serpih besar. Pemangkasan dilakukan pada satu permukaanbatu untuk memperoleh tajaman.
    5.      Alat penyerut (Scraper)
    6.      Kapak genggam (Hand - Axe)
    7.      Alat-alat serpih
    9Ditemukan bersama dengan perkakas masif di lembah kali Baksoka, Gede, Sunglon, dan Sirikan, di dekat Punung. Alat-alat ini merupan unsur yang penting dari budaya Pacitan. Karena jumlah alat-alat tersebut melebihi jumlah alat-alat batu yang ditemukan. Alat ini berukuran kecil dan besar antara 4 sampai 10 cm. Dan rata-rata menunjukkan kerucut pukul yang jelas. Teknik pengerjaan alat ini telah maju dengan penyiapan bentuk-bentuk alat secara teliti sebelum dilepaskan dari batu intinya sehingga pada sejumlah alat tampak faset-faset di dataran pukulnya (teknik Pseudo Levallois). Alat-alat tersebut digunakan sebagai penggaruk atau serut, gurdi, penusuk, dan pisau. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:110-111)
     

    PENUTUP
    a.      Kesimpulan
    Tradisi paleolitik di Pacitan terungkap sejak von Koenigswald  melakukan penelitian pada tahun 1934 di wilayah Pacitan. Di dalam penelitian tersebut von Koenigswald menemukan benda-benda peninggalan  yang terbuat dari batu Kebanyakan peninggalan-peninggalan tersebut banyak ditemukan di lembah sungai Baksoka. Budaya Pacitan termasuk yang paling maju terbukti dari adanya kapak-kapak genggam yang bentuknya sudah maju, dan jenis-jenis kapak perimbas yang khas.  Selain kapak genggam dan perimbas yang dominan, juga terdapat benda-benda peninggalan  lain seperti kapak penetak, alat serpih, pahat genggam,batu rijang, kapak genggam awal, dan alat penyerut. Alat-alat tersebut pada umumnya berfungsi untuk mencari makanan agar dapat bertahan hidup.

    DAFTAR RUJUKAN

    Bellwood, Petter. 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia edisi Revisi. Terjemahan oleh T.W. Kamil. 2000. Jakarta : PT Gramedia
    Forestier, Hubert. 2007. Ribuan Gunung,Ribuan Alat Batu : Prasejarah Song Keplek,Gunung Sewu, Jatim. Jakarta : Kepustakan Populer Gramedia
    Hidayat, Muhammad dkk. 2002. Posisi Stratigrafi Budaya Pacitanian. Yogyakarta : Balai Arkeologi Yogyakarta
    Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Indonesia Nasional 1. Jakarta : Balai Pustaka
    Soekmono. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta:Kanisius
    Soejono, R.P. 1985. Temuan baru alat-alat Paleolitik di Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
    Sujud P.J, Slamet. 2008. Fungsi Artefak Litik Masa Prasejarah (Kajian Etnoarkeologi), 1 (1) : 31-38
    Suprapta, Drs Blasius. 1991. Ikhtisar Prasejarah Indonesia: Pendekatan model Konsepsi Teknologi. Malang : FPIPS Ikip Malang