PENINGGALAN BUDAYA PRASEJARAH MASA
PALEOLITIKUM
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
Kata Pengantar
………………………………………………………… i
Daftar Isi ……………………………………………………………… ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang …………………………………………….. 1
1.2
Rumusan Masalah …………………………………………. 1
1.3
Tujuan Penulisan ………………………………………….. 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Tradisi Paleolitik di Pacitan
…………………………… 2
2.2
Benda-benda Peninggalan ………………………………. 7
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan ……………………………………………….. 11
DAFTAR RUJUKAN ………………………………………………. 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sungai
Baksoka merupakan salah satu sungai tua di wilayah Pacitan. Sungai yang
mengalir di lembah-lembah perbukitan dan melintasi wilayah kecamatan Pring Puku
dan Punung ini telah meninggalkan beberapa teras. Sebagian besar teras sungai
Baksoka telah hilang karena adanya pengolahan lahan untuk pertanian maupun oleh
proses alam. Namun sebagian sisa-sisanya masih terlihat dengan jelas di
berbagai lokasi. Dikalangan Arkeolog keberadaan sungai Baksoka di Pacitan menjadi
terkenal karena tinggalan budaya prasejarahnya.
Telah banyak penelitian dilakukan khususnya terhadap tinggalan budaya
prasejarah di lingkungan aliran Sungai Baksoka maupun sekitarnya yang termasuk
dalam wilayah Pacitan, sejak masa Belanda hingga akhir-akhir ini. Tinggalan
budaya prasejarah di Pacitan dapat dikategorikan sebagai tradisi Paleolitik,
yang banyak dijumpai di lingkungan sungai, tradisi alat tulang dan serpih yang
terdapat pada gua-gua hunian. Dan tradisi neolitik yang berupa perbengkelan
beliung persegi yang dijumpai di lingkungan perbukitan rendah yang mengandung
sumber bahan batuan gamping kersikan. Khususnya terhadap budaya paleolitik yang
ditemukan dialiran sungai Baksoka dikenal sebagai budaya Pacitanian. (Muhammad
hidayat, 2002:1). Berkenaan dengan hal tersebut, kami tertarik untuk membuat
makalah yang berjudul ” Peninggalan Benda-benda Prasejarah masa Paleolitikum di
Pacitan”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
tradisi paleolitik di Pacitan?
2. Apa saja benda
peninggalan prasejarah pada masa Paleolitik di Pacitan?
3. Apa fungsi
benda-benda peninggalan masa paleolitik di Pacitan tersebut?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui tradisi Paleolitik di Pacitan.
2. Untuk mengetahui benda peninggalan prasejarah pada
masa Paleolitik di Pacitan.
3. Untuk mengetahui kegunaan dari benda-benda peninggalan prasejarah pada
masa Paleolitik di Pacitan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Tradisi Paleolitik di Pacitan.
Penelitian
terhadap tradisi paleolitik di Indonesia dimulai pada tahun 1935, ketika von Koenigswald
menemukan alat-alat batu di daerah Punung (Kabupaten Pacitan) di desa kali
Baksoka. Alat-alat ini bercorak kasar dan sederhana teknik pembuatannya.
(Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1884:88). Alat-alat
semacam yang ditemukan tersebut biasa dinamakan kapak genggam, yaitu alat yang
serupai kapak tetapi tidak bertangkai. Alat ini dipergunakan dengan cara
digenggam di tangan. Diantara kapak-kapak itu ada yang dikerjakan kasar sekali,
sekedar mencukupi keperluan saja, ada pula yang lebih banyak dikerjakan. Hal
ini membuktikan bahwa memang sudah ada kepandaian untuk membuat alat-alat dari
bahan seadanya. (Soekmono, 1988:30).
Von Koeningswald
menggolongkan alat-alat batu ini sebagai alat paleolitik yang bercorak
Chellean, yaitu suatu tradisi yang berkembang pada tingkat awal paleolitik di
Eropa. Pendapat von Koenigswald ini dianggap kurang tepat setelah Movius
berhasil menyatakan bahwa temuan di Punung ini sebagai salah satu corak
perkembangan di Asia Timur. Tardisi kapak perimbas yang ditemukan di Punung di
kenal dengan nama kebudayaan Pacitan (Pacitanian), kebudayaan pacitan tidak
hanya berkembang di Pacitan saja, tapi juga hampir di seluruh daerah Di
Indonesia. Pacitanian dipandang sebagai tingkat perkembangan budaya batu yang
paling awal di Indonesia. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho
Notosusanto, 1884:88-89).
Pada tahun 1938,
Terra dan Chardin melakukan penyelidikan-penyelidikan yang mengarah pada
penentuan ciri-ciri temuan kebudayaan yang ternyata menunjukkan kedudukannya
sebagai bagian dari kompleks kapak perimbas – penetak di Asia tenggara, serta
menghasilkan asumsi-asumsi pentarikhan alat batu ini dari pleistosen tengan
atau akhir. (Peter Bellwood, 2000:89).
Pada masa Paleolitik,batu
memegang peranan penting dalam budaya manusia purba . Hal ini dapat dilihat
dari benda-benda peninggalan yang berupa alat-alat yang terbuat dari batu. Batu
meripakan corak budaya pertama yang berkembang di Asia timur termasuk di
Pacitan.
Ciri-ciri alat batu sebagai corak budaya pertama:
1.
Bentuk
alat (praktis) ditunjukkan pada daya penggunaan tajaman (mengiris, menyerut
2.
Pada
kemudahan pemegangan di tangan.
3.
Pemangkasan
dilakukan sederhana di sekitar pinggiran batu untuk menimbulkan tajaman.
Pemangkasan dibagi menjadi dua yaitu manuspasial dan bhipasial.
4.
Untuk
mempersiapkan makanan dari hewan hasil buruan dengan cara menguliti, memotong
daging dan membelah tulang.
5.
Menunjukkan
perimping bekas pakai.(retouches)
(Slamet Sujud,2008:33-34)
Menurut Peter Bellwood (2000:89) Industri alat batu
menggunakan:
1.
Batuan
tufa kresikan (silicified tuff)
sebagai bahan dasar terbaik,
2.
Batu
gamping kersikan (silicifed limestone)
3.
Fosil kayu
Tempat penemuan yang paling terkenal terletak di Punung, kurang
lebih 30 km di barat laut Pacitan, Jawa Timur. Lokasi ini berada di daerah
Gunung Sewu yang terdiri dari batu gamping dengan beribu bukit berbentuk sinoid. Celah-celah dan lembah-lembah
diantara bukit-bukit tersebut terisi
terra rosa (tanah merah). Endapan-endapan vulkanik di beberapa tempat menutupi tanah merah dan di tempat-tempat
lain tersembul di bawah batu gamping. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:89). Pada
tahun 1972, van Heekeren melakukan penyelidikan lebih lanjut. Heekeren
mengemukakan bahwa temuan alat-alat batu tersebut berasal dari empat teras
sungai yang mengandung peralatan batu di lembah Sunglon dan Lembah Baksoka yang
telah mengalami pengikisan. Di lembah-lembah sungai Baksoka dan Sunglon
terdapat empat undak sungai yang mengandung alat-alat Pacitan. Tingkat
Ketinggian antara 15-20 m yang dianggap penting karena mengandung jenis-jenis
alat tertua. (Peter Bellwood:2000,89).
Penemuan di undak-undak sunagi ini penting , karena
dengan demikian dapat diketahui posisi Alat-alat yang terletajk didasar sungai
tamapk aus, tetapi alat-alat dari undak-undaka sungai yang dibuat dari batuan
gamping kersikan,tamapk utuh dan berwarna kemerah-merahan, karena keletakannya
dalam lempung merah. Alat-alat diundak tertinggi dibuat pada pembentukan
bukit-bukit gamping sedang berlangsung dan sungai belum sampai mengiris lebih
dalam didaerah alirannya. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho
Notosusanto, 1984:93)
G.J
Bartstra memperluas daerah penelitian ke sebelah utara lembah Kali Baksoka
yaitu lembah Kali Pasang dan Kali Wuni.Di daerah penelitian baru ini ditemukan
alat-alat Pacitanian, yaitu dilereng-lereng lembah kali pasang dan kali wuni
yang berasal dari lapisan-lapisan kerakal di tingkat atas. G.J Bartstra
memperhatikan adanya 11 undak sungai di kali baksoka, sebuah di lembah kali
wuni, dan sebanyak 7 buah di lembah kali pasang. Sartono mengadakan penelitian
dan analisa foto udara terhadap undak-undak kali Baksoka pada tahun 1978. Ia
berpendapat bahwa di lembah kali baksoka terdapat 6 undak sungai yang terendah
pada 0-4 meter diatas permukaan sungai, dan yang tertinggi terletak antara
134-156 meter diatas permukaan sungai. Pernyataan ini serupa dengan pendapat
van Heekeren, bahwa undak-undak sungai tertinggi mengandung alat-alat
Pacitanian. (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:91)
Di daerah Tabuhan,
jenis-jenis alat budaya Pacitan ditemukan di lembah-lembah kali Gede, kali
Sunglon, dan kali Sirikan, yang merupakan sungai-sungai bawah tanah.
Temuan-temuan di daerah ini setaraf dengan alat-alat batu yang ditemukan di
lembah kali Baksoka. Penemuan kapak perimbas pertama terjadi pada tahun 1953,
di celah sebuah reruntuhan karang gamping di tepi kali Gede. Yang mendorong
pelaksanaan penelitian yang lebih mendalam terhadap daerah sekelilingnya.
Penelitian-penelitian pada tahun 1953-1954 menghasilkan sejumlah alat batu yang
dipunggut dari dasar sungai, dari lapisan-lapisan kerakal di tepi-tepi sungai
(1,5-2 m), dan dari peninggian-peninggian yang mungkin sekali merupakan
bekas-bekas tempat kemah manusia Pleistosen di sekitar tempat yang mengandung
air. Tempat-tempat tinggi yang mengandung alat-alat batu itu terdapat di tepi
kanan kali Sirikan (5 m), di tepi kanan kali Sunglon (6,9 m dan 11,5 m) di desa
Kiut, dan di tepi kiri kali Sunglon (23,6 m), di dekat desa Klepu.( Marwati
Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:94)
Muhammad
Hidayat dkk, melakukan penelitian arkeologi tentang survei permukaan di
Pacitan. Penelitian tersebut dilakukan di beberapa daerah yang tersebar
Pacitan, antara lain :
a.
Dusun Jenglot, Desa Pelem, Kec. Pringkuku
Survei
dilakukan di areal yang berada disebelah utara aliran Sungai Baksoka dan di
sebelah Timur Sungai Mangir yang merupakan anak Sungai Baksoka. Lokasi ini
merupakan lahan kebun milik perorangan yang ditanami pohon Akasia. Bentuk
permukaan lahan bergelombang serta miring ke arah Selatan (ke arah Sungai
Baksoka) dan ke arah Barat (ke arah Sungai Mangir). Sebagian besar permukaan
lahan, khususnya di bagian bawah yang mengarah ke Sungai Baksoka banyak
terdapat sebaran lepas kerakal tufa kersikan, andesit, yang mulai lapuk, dan
fosil kayu. Diantara sebaran kerakal ini banyak dijumpai alat-alat batu tradisi
Paleolitik, diantaranya adalah kapak perimas, kapak penetak, batu inti, serut
dan serpih.
b.
Dusun Ngelo, Deso Mondolo Kidul, Kec. Punumg
Di wilayah
Dusun Ngelo, survei dilakukan pada lahan kebun Akasia milik penduduk setempat
yang berjarak 25M hingga 50M dari tebing Sungai Baksoka sebelah utara, dan dari
dasar sungai berketinggian sekitar 15M. Pada permukaan lahan yang bentuknya
miring ke selatan yaitu ke arah Sungai Baksoka ini sebaran lepas fragmen batu,
kerakal, dan beberapa boldr tifa kersikan. Pada permukaan lokasi ini ditemukan 4 alat yang terdiri
dari 2 kapak perimbas, 1 serpih, dan 1 bilah.
Survei
permukaan di lokasi ini dilkukan pada areal yang berjarak sekitar 70M hingga
80m dari tebing utara Sungai Baksoka, dan dari dasar sungai berketinggian
sekitar 12M. Walaupun bentuk lahannya telah banyak berubah (untuk lahan tegal
dan permukiman), lokasi ini masih banyak ditemukan sebaran lepas fragmen batu
dan kerakal yang kebanyakan dari tufa kersikan. Pada lokasi ini ditemukan 5
alat batu yang berupa 3 kapak penetak 2 serpih.
(Muhammad Hidayat dkk,2002:8-10)
Sealin
didaerah sekitar sungai Baksoko, benda-benda tradisi paleolitik juga ditemukan
di Song Keplek. Song keplek terletak pada ketinggian 300 m di atas permukaan
laut, di lereng salah satu bukit kars gunung Sewu. Gua ini berada di sekitar 20
m diatas sebuah aliran sungai yang berbelok-belok dalam jaringan karst (Kali
Punung) tempat ditemukannya rijang. Rijang merupakan batu yang kualitasnya
cukup baik untuk dipangkas. Batu ini terliahat kering dan kurang elastis dan
tetap ada pada saat pemecahan. Batu ini memerlukan pemangkasan langsung yang
cukup keras denagn batu pukul yang keras untuk melepaskan serpih khususnya
serpih pertama atau serpih hasil penetakan. (Hubert Forestiar,2007:143)
2.3 Benda-benda
Peninggalan
Budaya Pacitan
pada hakekatnya meliputi dua macam tradisi alat batu yaitu tradisi batu inti
yang menghasilkan alat-alat dari pemangkasan segumpal batu atau kerakal dan
tradisi serpih yang menyiapakan alat-alat dari serpih atau pecahan-pecahan
batu.
Movius menetapkan unsur kompleks alat batu dengan nama
budaya pacitan mempunyai sifat yang khas yatu:
1.
umumnya
berbentuk kasar,masif dan kasar buatannya.
2.
Kulit
batunya masih melekat pada permukaan alat-alat.
3.
Pada
bagian untuk tempat berpegang dan tajaman berliku-liku atau bergerigi.
4.
Kerak
batu(patina) terutama berwarna kecoklatan(dari corak yang tua hingga muda)
5.
Warna
kelabu tua khusus tampak pada jenis batu tufa kresikan.
6.
Patina
pada jenis gamping kresikan memperlihatkan warna coklat dalam berbagai
tingkatan dan warna eputih-putihan.
(Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto,
1984:92-93)
Movius menyatakan alat-alat budaya
Pacitan masuk dalam tradisi Chopper-Chopping Tool Complex(CCTC) yang terbagi
atas:
1. kapak genggam
2. Batu inti
3. Alat serpih
Alat-alat
budaya pacitan dapat digolongkan dalam beberapa jenis utama yang masing-masing
mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu:
1. Kapak
Perimbas (chopper).
Merupakan salah satu jenis alat
masif yang pada umumnya mempunyai bentuk dan tehnik yang masih sederhana.
Bagian tajamnnya berbentuk konvek (cembung) atau kadang-kadang lurus, yang
diperoleh dengan cara pemangkasan pada salah satu pinggiran batu (monofasial),
sedangkan bagian lainnya tidak dikerjakan. Hal ini dapat ditunjukan adanya
cortex (kulit batu) pada bagian dorsal kapak perimbas. Kapak perimbas dibuat
dengan tehnik clacton yaitu tehnik pengerjaan yang dilakukan dengan pemangkasan
batu inti terlebih dahulu. Pada tehnik clacton ini akan jelas terlihat adanya
dataran pukul(striking-platform) yang berukuran lebar dan sempitnya tergantung
pada ukuran alat. Jenis batuan yang dipakai umumnya mempunyai kadar kekerasan 7
menurut skala kekerasan Mohs yang berupa batuan vulkanik dan gamping kersikan
seperti kalsedon, rijang, kuarsa, dan
jaspis.
Di Pacitan terdapat jenis-jenis kapak perimbas yang khas
dari daerah lain.
Van Heekeren membagi tipe-tipe kapak
perimbas menjadi:
1.
Tipe
setrika(iron heater chopper)
Berciri: berbentuk panjang menyerupai setrika,
berpenampang lintang plano-konfek dan memperlihatkan cara penyerpihan yang
memanjang dan tegas.
2. Tipe kura-kura (tortoise chopper)
Berciri: beralas membulat dengan permukaan atas yang
mencembung dan meninggi
3. Tipe serut
samping(side scraper)
Berciri: berbentuk tidak teratur dan tampak tegap,
tajamannya dibuat pada sebelah sisi.
(Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto,
1984:96-97)
Menurut Movius kapak genggam digunakan untuk
menebas (menetak, memotong dan menyerut).Hayden(1977) menyatakan fungsi kapak perimbas pada umumnya
berhubungan dengan pengerjaan kayu,
misalnya untuk menebang pohon, mematahkan dahan atau ranting, menguliti kayu
dan juga digunakan untuk membuat alat yang terbuat dari kayu. Selain itu kapak
perimbas kemungkinan juga digunakan sebagai alat pemukul yang didasarkan pada
bentuk dan ukuran alatnya yang besar dan kuat. (Slamet Sujud, 2008:33-34).
2. Kapak penetak (Chopping Tool).
Yaitu alat masif yang dipangkas secara bifasial (dua
muka), untuk mendapatkan sisi tajaman. Cara penyerpihannya dilakukan secara
selang-seling. Sehingga alat ini mempunyai ujung tajaman berbentuk lekuk-lekuk.
Kapak penetak mempunyai bentuk dan teknik yang sederhana. Alat ini dibentuk
dari batu inti yang diserpih pada bagian tertentu untuk mendapatkan tajamannya.
Jenis batuan yang dipakai umumnya mempunyai kadar kekerasan 7 menurut skala
kekerasan Mohs yang berupa batuan vulkanik dan gamping kersikan sperti
kalsedon, rijang, kuarsa, dan jaspis.
Menurtut Movius dan Binford (1973) fungsi kapak penetak digunakan untuk menebas
(menetak, memotong, dan menyerut).Menurut Hayden (1977), kapak penetak yang
pada um umnya berhubungan dengan pekerjaan kayu, misalnya untuk menebang pohon,
mematahkan dahan atau ranting, menguliti kayu, dan membuat alat yang terbuat
dari kayu. Selain itu kemungkinan alat ini digunakan sebagai alat pemukul dan
alat untuk mengumpulkan makanan. (Slamet Sujud,2008:33-34).
3. Pahat
genggam (Hand – Adze)
Alat ini berbentuk mendekati bujur sangkar atau
persegiempat panjang. Tajamannya disiapkan melalui penyerpihan terjal pada
pernukaan atas menuju ke pinggiran batu.
4. Kapak
genggam awal (Proto Hand Axe)
Alat ini berbentuk runcing dan kulit batu masih melekat
pada pangkal alatnya sebagai tempat berpagang. Umumnya alat ini disiapkan dari
sebuah serpih besar. Pemangkasan dilakukan pada satu permukaanbatu untuk
memperoleh tajaman.
5. Alat
penyerut (Scraper)
6. Kapak
genggam (Hand - Axe)
7. Alat-alat
serpih
Ditemukan bersama dengan perkakas masif di lembah kali Baksoka, Gede,
Sunglon, dan Sirikan, di dekat Punung. Alat-alat ini merupan unsur yang penting
dari budaya Pacitan. Karena jumlah alat-alat tersebut melebihi jumlah alat-alat
batu yang ditemukan. Alat ini berukuran kecil dan besar antara 4 sampai 10 cm.
Dan rata-rata menunjukkan kerucut pukul yang jelas. Teknik pengerjaan alat ini
telah maju dengan penyiapan bentuk-bentuk alat secara teliti sebelum dilepaskan
dari batu intinya sehingga pada sejumlah alat tampak faset-faset di dataran
pukulnya (teknik Pseudo Levallois). Alat-alat tersebut digunakan sebagai
penggaruk atau serut, gurdi, penusuk, dan pisau. (Marwati Djoened Poesponegoro &
Nugroho Notosusanto, 1984:110-111)
PENUTUP
a. Kesimpulan
Tradisi paleolitik di Pacitan terungkap sejak von
Koenigswald melakukan penelitian pada
tahun 1934 di wilayah Pacitan. Di dalam penelitian tersebut von Koenigswald
menemukan benda-benda peninggalan yang
terbuat dari batu Kebanyakan peninggalan-peninggalan tersebut banyak ditemukan
di lembah sungai Baksoka. Budaya Pacitan termasuk yang paling maju terbukti
dari adanya kapak-kapak genggam yang bentuknya sudah maju, dan jenis-jenis
kapak perimbas yang khas. Selain kapak
genggam dan perimbas yang dominan, juga terdapat benda-benda peninggalan lain seperti kapak penetak, alat serpih,
pahat genggam,batu rijang, kapak genggam awal, dan alat penyerut. Alat-alat
tersebut pada umumnya berfungsi untuk mencari makanan agar dapat bertahan
hidup.
DAFTAR RUJUKAN
Bellwood, Petter. 2000.
Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia edisi
Revisi. Terjemahan oleh T.W. Kamil. 2000. Jakarta : PT Gramedia
Forestier, Hubert. 2007.
Ribuan Gunung,Ribuan Alat Batu :
Prasejarah Song Keplek,Gunung Sewu, Jatim. Jakarta : Kepustakan Populer
Gramedia
Hidayat, Muhammad
dkk. 2002. Posisi Stratigrafi Budaya
Pacitanian. Yogyakarta : Balai Arkeologi Yogyakarta
Poesponegoro, Marwati
Djoened & Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah
Indonesia Nasional 1. Jakarta : Balai Pustaka
Soekmono. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1.
Yogyakarta:Kanisius
Soejono, R.P. 1985.
Temuan baru alat-alat Paleolitik di
Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Sujud P.J, Slamet. 2008.
Fungsi Artefak Litik Masa Prasejarah
(Kajian Etnoarkeologi), 1 (1) : 31-38
Suprapta, Drs
Blasius. 1991. Ikhtisar Prasejarah
Indonesia: Pendekatan model Konsepsi Teknologi. Malang : FPIPS Ikip Malang